#
Motto Kedungbenda "Jempol" : Jujur - Eling - Mapan - Prigel - Open - Lancar
Home » » Kerusakan DAS Klawing Makin Mengkhawatirkan

Kerusakan DAS Klawing Makin Mengkhawatirkan

Written By Unknown on Jumat, 08 November 2013 | 06.10

Penambangan Pasir dan Batu di Sungai
Sungai Klawing merupakan sumber kehidupan bagi penduduk di sekitarnya. Selain airnya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari, pengairan pertanian, memelihara ikan, tambang batu mulia, tambang material pasir dan batu untuk pembangunan.

Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Klawing akibat menjamurnya kegiatan penambangan pasir dan batu (sirtu) semakin mengkhawatirkan.  Tanah tebing sungai yang hilang akibat longsor atau abrasi air sungai kian meluas. Ini akibat dari pengambilan material sungai. Kerusakan utama terjadi pada tebing sungai yang arusnya deras, gundul atau tidak berpenahan. Karena derasnya arus air, justru sejumlah tanggul penahan tebing yang ada longsor.  Di Desa Penaruban hektaran lahan hilang. Beberapa bangunan di Kelurahan Bancar yang posisinya di tepi sungai nyaris ambrol.  Kerusakan dan hilangnya lahan ini terjadi hingga ke Desa Kedungbenda Kecamatan Kemangkon.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, kerusakan Sungai Klawing ini diduga akibat aksi penambangan sirtu yang tidak terkendali.  Penambang sirtu jumlahnya cukup banyak.  Mereka menjalankan aktivitas di beberapa titik sungai tanpa memperhatikan aturan yang berlaku. Kegiatan penambangan di belokan-belokan sungai dan dekat bangunan jembatan yang seharusnya menjadi daerah terlarang, materialnya dikeruk tanpa ampun. Walaupun cara  penambangannya masih manual tidak menggunakan beckoe (excavator), namun karena banyaknya penambang menyebabkan material yang terambil melampaui batas kritis. Dinas Pekerjaan Umum dan Pengairan pastinya akan kewalahan dalam mengatasi hal ini.

Truk Pengangkut Mengisi Muatan Pasir Di Jongkeng
Rata-rata penambang tradisional ini tidak berizin dan tidak tahu batas boleh dan larangannya. Mereka baru berfikir sebatas memenuhi kebutuhan perut dan bagaimana menutupi kebutuhan ekonomi sehari-hari. Karena pekerjaan dan rezeki yang terlihat di depan mata hanya dengan mengeruk sirtu dari sungai. Modalnya cukup ada perahu, sekop, nampan dan badan yang sehat karena seharian harus berbasah-basahan di air sungai.

Dari data yang diperoleh, di Karangsari Desa Kedungbenda selama beberapa tahun berturut-turut 2005 s.d. 2012 telah terjadi pengikisan tanah milik yang disebabkan oleh arus sungai Klawing.  Total luas tanah yang hilang mencapai 4 hektare. Bahkan ada pemilik lahan yang hanya memegang dokumen kepemilikannya saja sebab tanahnya habis menjadi badan sungai. Lahan yang hilang merupakan lahan produktif.

Upaya penyelamatan terhadap lahan yang masih ada, sebenarnya dapat dilakukan dengan pemasangan grip, pemasangan bronjong, penanaman rumpun bambu, atau teknik lain pada tempat-tempat yang rawan longsor, agar komoditas yang dihasilkan tidak terganggu.

Di wilayah Kecamatan Kemangkon, penambangan sirtu Sungai Klawing mulai dari Desa Jetis hingga Desa Kedungbenda. Jika tidak ada penanganan dan ketegasan, dikhawatirkan kerusakannya menjadi-jadi.

Kondisi tidak menguntungkan akhir-akhir ini juga terjadi, yaitu adanya penambangan sirtu Sungai Serayu yang menggunakan alat-alat berat seperti bekoe berlokasi di sebelah selatan dari Congot, di Desa Suro. Ini menyebabkan matrial DAS Klawing terbawa derasnya sungai masuk ke DAS Serayu, dan mengancam tanah muara Congot.

Penambangan sirtu ini tidak memberikan kontribusi yang memadai kepada pemerintah daerah, dibandingkan dengan tingkat kerusakan yang ditimbulkan. Kerusakan berupa: abrasi tebing, debu beterbangan, suara bising dan kerusakan jalan penghubung akibat lalu-lintas truk pengangkut.

Sisi positifnya juga ada, seperti: terbukanya lapangan kerja, banyak dibangun rumah-rumah permanen, anak-anak dapat bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi, serta banjir Sungai Klawing sudah mulai jarang terjadi.

Terpenting dalam pengelolaan sumber daya alam terbatas ini harus terkendali dan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup jangka panjang.

By Kang Wirya.  

0 komentar:

Posting Komentar